Modal Pengusaha Kecil Itu Bukan Duit, tapi 2 Hal Ini yang Dibutuhkan

Modal Pengusaha Kecil Itu Bukan Duit, tapi 2 Hal Ini yang Dibutuhkan

Seminar seputar dunia usaha yang digelat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berlangsung menarik di Gedung Kaliandra Studio RCTV, Jalan Perjuangan Kota Cirebon, Rabu (27/2). Seminar yang bertemakan \"Menyongsong Kebangkitan Bisnis UMKM\" itu menghadirkan sejumlah pakar. Laporan: Husain Ali EMPAT narasumber pakar hadir dalam acara seminar nasional tersebut. Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Ahmad Abdul Rahman, Perwakilan BI Cirebon, Perry Tristianto, CEO Prisai Group dan Apindo Jabar, Ir H Soenoto, ketua Umum HIMKI. Rohmin memaparkan materi terkait pentingnya peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi berkualitas secara berkelanjutan menuju Kota Cirebon yang maju, aman dan damai. Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian, salah satunya potensi laut sebagai jalur transportasi bisnis. Sesungguhnya, kata Rokhmin, konsep tol laut dengan pendulum nusantara, salah satu titiknya adalah Cirebon. Hanya saja, menurut Rokhmin, Cirebon kecolongan. Pelabuhan Patimban Subang sudah lebih dulu dibangun. \"Mungkin kita waktu itu kurang ngotot. Padahal kalau untuk mengurangi beban pantura, Pelabuhan Patimban tidak begitu signifikan. Kalau di Cirebon itu, maka Brebes, Tegal, Pekalongan, Kuningan dan lainnya, harusnya tidak perlu ke Jakarta lagi, cukup (bongkar muat barang, red) ditampung di Cirebon,\" katanya. Meski demikian, volume perdagangan dan ekonomi Cirebon tetap tumbuh. Sehingga menurut Rokhmin, meskipun ada Pelabuhan Patimban, Kota Cirebon sangat mungkin untuk dijadikan bandar bongkar muat barang ekspor-impor. Selain potensi laut, kata Rokhmin, yang harus menjadi perhatian untuk peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi adalah dukungan sistem tata kota. Dia menyebutkan, setidaknya ada lima sistem tata kota yang harus diperhatikan, yakni zonasi, transportasi, drainase, pengolahan sampah dan limbah, terakhir pengadaan air bersih. Terkait revolusi industri 4.0, Rokhmin menekankan pelaku UMKM untuk lebih kreatif dan inovatif. Karena industri 4.0 bisa menjadi peluang sekaligus ancaman. \"Tapi seharusnya menjadi peluang. Karena dengan banyaknya aplikasi, bisa membuat efisiensi dan meningkatkan nilai tambah bisnis kita,\" ujar guru besar Intitut Pertanian Bogor itu. \"Sepertinya perlu belajar ke Jepang. Jepang sudah melompat yang namanya Society Five. Artinya, berbicara Industri 4.0 sebenarnya hanya tools (alat). Tapi yang penting ditempa adalah manusinya. Bagaimana menyiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong industri 4.0,\" tuturnya lagi. Sementara itu, Soenoto menjelaskan apa itu entrepreneur. Menurutnya, entrepreneur berarti mau, mampu, berani, terobosan dan added value. \"Entrepreneur itu bukan pedagang. Tapi jiwa seorang entrepreneur harus memiliki kemauan, kemampuan, keberanian melakukan trobosan untuk menciptakan nilai tambah,\" terangnya. \"Pengusaha kecil jangan buru-buru diberi modal, berupa duit. Karena bukan itu kebutuhannya. Kalau pengusaha besar diberi kredit 100 miliar, pengusaha kecil dikasih kredit 100 juta. Bukan seperti itu,\" kata begawan ekonomi Cirebon itu. Lalu apa yang dibutuhkan pengusaha kecil? Menurut mantan direktur BAT ini ada dua hal yang penting, yakni Market Guarantee (jaminan pasar) dan Technical Asistension (asistensi teknis). Sunoto mencontohkan pengusaha kecil dan perajin furnitur. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) memandu bagaimanan caranya membuat furnitur (Technical Asistension). Setelahnya pengusaha kecil maupun perajin furnitur dijamin pasarnya (market Guarantee). \"Setelah berjalan, lembaga perbankan akan berbondong-bondong. Jadi pengusaha itu ada dua. Ada pedagang dan ada entrepreneur. Kalau pedagang mencari selisih, tapi kalau entrepreneur membuat added velue (nilai tambah, red),\" turturnya. Soenoto menambahkan, untuk meningkatkan daya saing tidak hanya menyiapkan sumber daya manusia (SDM). Tapi menurutnya, harus menyiapkan MSD (manusia-yang memiliki-sumber daya). \"Karena SDM itu kuantitif. Tapi MSD berbicara kualitatif,\" terangnya. Sementara itu, Perry menekankan kepada pelaku usaha untuk menciptakan pasar, jangan ikut pasar. Karena salah satu keberhasilan pelaku UMKM adalah mampu menciptakan segmen pasar. \"Price itu bukan hanya perkara harga. Tapi cocok dengan segmen pasar. Jadi berapa pun harganya, jika cocok dengan pasar, itu namanya pricing. Sehingga yang penting kita harus berjiwa entrepreneur dulu, bukan jadi entrepreneur. Karena entrepreneur berdagang, tapi yang berjiwa entrepreneur akan mampu menciptakan nilai tambah \" tuturnya. Hal yang penting dalam menciptakan segmen pasar, menurut Perry, yakni mempertahankan ciri khas. Ciri khas berkaitan erat dengan kultur. Misalkan produk kuliner Krupuk Mlarat yang merupakan khas Cirebon. Menurut Perry, dari harga semula Rp 3.000 bisa menjadi lebih mahal dengan cara mempertahankan ciri khas. \"Makanya ketika saya ke Cirebon, saya tarik tukang kerupuk melarat. Saya bilang, ini sekantung berapa? Rp 3.000. Ikut saya, tapi menggorengnya di tempat saya. Sehingga customer melihat, proses pembuatannya menggunakan pasir, kan menarik. Karena yang kita jual itu apa? Kultur,\" tutur Perry menjelaskan. Terkait kendala pengusaha UMKM, salah satunya masalah pengurusan perizinan PIRT (pangan industri rumah tangga). Proses birokrasi perizinan PIRT berbelit-belit hingga menyulitkan pengusaha UMKM. Perry membenarkan sulitnya mendapatkan izin PIRT. Sehingga pelaku UMKM harus punya banyak cara untuk bisa menumbuhkan dan mengembangkan usahanya. \"Itu kendala di semua tempat. Katanya, pemerintah mendukung UMKM, tapi izin PIRT susah. Enggak ada izin PIRT, ditangkap Polda, Pak,\" ucap Perry menyinggung buruknya birokrasi. Sementara Adul Rahman, perwakilan BI Cirebon menjelaskan teknologi finansial. Yakni pemanfaatan segala transaksi finasial dengan teknologi. Menurutnya, perkembangan teknologi digital tak bisa dibendung. Karena itu dia mengajak pelaku UMKM untuk memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi bisnis dan meningkatkan nilai tambah. Dia menyebutkan dari sekitar 265 juta penduduk Indonesia, 132 mengakses internet, 130 juta aktif menggunakan media sosial. Data itu artinya pangsa pasar sangat besar sebagai peluang bisnis bagi pelaku UMKM. Acara seminar berlangsung menarik, tapi waktu yang dibatasi untuk berbiacar membuat narasumber sempat protes ke moderator. \"Ini seminar penting, tapi waktunya pembicara 10 menit, baru mau 9 menit, \'teng lagi,\' nanti (pembicara, red) akan bed rest,\" kata Soenoto disambut gelak tawa para peserta seminar. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: